TEORI POLITIK ISLAM – “DEMOKRASI ALA ISLAM”
TEORI POLITIK ISLAM – “DEMOKRASI ALA ISLAM”
Di Posting Oleh : Admin
Kategori : Jinayah Siyasah Blog Tutorial, Teknologi dan Kesehatan: Mangaip Blog | Berita Terkini dan Terbaru: Terbaru.co.id
Di Posting Oleh : Admin
Kategori : Jinayah Siyasah Blog Tutorial, Teknologi dan Kesehatan: Mangaip Blog | Berita Terkini dan Terbaru: Terbaru.co.id
KONTRAK POLITIK
A. TEORI KONTRAK
Para mujtahid aliran-aliran Islam secara keseluruhan – selain kelompok syiah – bersepakat bahwa jalan untuk mencapai kursi keimamahan adalah melalui pemilihan dan kemufakatan. Keimamahan identik dengan Kontrak (yaitu kontrak antara Imam dan Umat.
B. MUAMALAT DAN BAI’AT
Kontrak Keimamahan adalah bagian dari kontrak-kontrak yang ada dalam muamalat. Kontrak Keimamahan ini disebut dengan Bai’at. Kontrak keimamahan dalam sistem sosial yang disebut dengan bai’at ini dapat disebut sebagai kontrak terbesar yang menjadi sentral semua bentuk kontrak yang lain dan menjadi pilar yang menopang berjalannya system pemerintahan.
C. KEHORMATAN KONTRAK DALAM ISLAM
Allah telah mewajibkan bagi umat Islam untuk menepati kontrak. Terdapat dalam Alquran diantaranya (AlMaidah ayat 1)(AlIsra’ ayat 34)(AnNahl ayat 91).
a. Syarat-syarat kontrak keimamahan
Pihak Pemberi mandat dari kontrak keimamahan adalah Umat – orang-orang muslim. Umat adalah pemilik kedaulatan dalam masalah kepemimpinan umum.
b. Sumber Kekuasaan Tertinggi
Keimamahan adalah mandat umat. Semua kebijakan seorang imam dalam kapasitasnya sebagai kepala Negara, dalam bentuk kekuasaan dan perwalian, harus dirujuk kembali kepada aspirasi umat.
c. Konsep Iktifa atau Representasi
Iktifa’ – Mencukupkan pelaksanaakannya dari sebagian umat – Identik dengan perwakilan dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban.
Pemilihan Imam adalah Fardhu kifayah – kewajibannya dapat dilaksanakan dengan prosedur perwakilan atau representasi.
d. Ahlul Halli Wal Aqdi
Yaitu orang-orang yang memiliki kualifikasi untuk memilih imam. Mereka bertugas memilih calon khalifah dan melakukan Ijab kontrak. Mereka bertindak sebagai wakil umat secara keseluruhan. Institusi ini mesti terbentuk sebagai sebuah lembaga. Bentuknya diserahkan kepada umat sesuai dengan situasi dan kondisi zaman.
Syarat-syarat Ahlu Halli wal Aqdi:
- Istiqomah, integritas(amanah), wara’(takwa dan berakhlak mulia)
- Memiliki kapabilitas keilmuan.
- Memiliki sikap dan kebijaksanaan (alhikmah).
Dengan kata lain – Beretika agama yang mulia memilik pengetahuan tentang hukum jabatan kekhalifahan dalam agama, pengetahuan – politik dan pengalaman politik.
Mereka adalah para ulama, pemimpin dan pemuka rakyat yang mudah dikumpulkan.
e. 2 Institusi yang berbeda
Ahlu Halli wal Aqdi tidak sama dengan Ahli Ijtihad yang dibicarakan dalam Ushul Fiqih.
f. Masalah Kuantitas
Tidak ada batasan kuantitas (Banyaknya jumlah Ahlu Halli wal Aqdi) yang penting dapat mewakili/ Representasi seluruh umat.
D. JABATAN PUTRA MAHKOTA
Ada dua jalan untuk tercapai keimamahan: Pemilihan atau Penunjukan (Putra Mahkota).
a. Kriteria Putra Mahkota
Sesuai dengan Kriteria seorang Imam (Dapat dipercaya, Kredibilitas[tsiqah], wara’, ikhlas, dapat memberi nasihat kepada muslimin (hanya bisa dilakukan oleh seorang muslim).
b. Keimamahan tidak diwariskan
Sistem keimamahan berbentuk pewarisan pemerintahan (monarki) sama sekali tidak memiliki legitimasi dalam Islam.
c. Kerelaan umat terhadap pengganti
Penunjukan harus merupakan cerminan dari aspirasi umum umat dan telah direstui oleh mayoritas terbesar. Kesepakatan umat adalah prinsip dasar – kerelaan umat merupakan legitimasi kontrak keimamahan.
E. PLURALITAS DAN PERSATUAN
- Prinsipnya dilarang memiliki lebih dari 1 imam dalam satu waktu.
- Sebagian ulama membolehkan adanya lebih dari 1 imam dalam satu waktu dengan syarat adanya perbedaan wilayah yang jauh yang dipisahkan oleh tanah kosong yang luas (pen. Seperti gurun) atau terpisah oleh laut.
F. PERSATUAN UMAT ISLAM
Meskipun ada lebih dari 1 imam sebab adanya wilayah yang luas dan keterpisahan jarak, namun harus ada hubungan yang dapat menyatukan seluruh umat Islam.
SYARAT BERDIRINYA SEBUAH NEGARA
A. KONTRAK KONTRAK LAIN
Selain kontrak keimamahan ada kontrak-kontrak lainnya. Imam tidak mungkin menangani semua masalah sendirian, kecuali dengan menunjuk wakil pelaksana. Tujuan dari kontrak pertama (Baiat kepemimpinan) adalah sebagai media untuk membagi tanggung jawab dan menciptakan lembaga lainnya.
B. MANDATARIS DAN MENTERI EKSEKUTIF
Para ulama Fikih membagi perwakilan tugas ke dalam 2 bagian:
a. Perwakilan Mandataris
b. Perwakilan Eksekutif
C. PEMERINTAHAN BUKAN MILIK PRIBADI
Imam memberikan mandat seluruh tugas yang harus dilaksanaknnya kepada mandataris dan menterinya diberi keleluasaan dalam melaksanakan tugas sehingga menteri seolah-olah sebagai pemimpin Negara dan pemimpin Negara yang sebenarnya hanya menjadi pengawas umum.
D. VARIASI KEPEMIMPINAN NEGARA
Kepemimpinan dari Imam dibagi menjadi 4:
a. Yang punya kekuasaan umum dan bekerja pada bidang umum dinamakan MENTERI.
b. Yang punya kekuasaan umum dan bekerja pada daerah khusus dinamakan GUBERNUR.
c. Punya kekuasan khusus dan pada bidang Regional yang umum seperti; Qadhi, komandan militer, kejaksaan khusus dan pembagi sedekah.
d. Punya Kekuasaan khusus dan bekerja pada bidang khusus; Qadhi daerah, pengatur perpajakan daerah.
Setiap Jabatan mempunyai syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi oleh seorang yang akan duduk pada jabatan tersebut.
1. KEMENTERIAN
Kementerian yang disebut dengan Al-Wizarah berasal dari kata Alwizru (beban), Alwazru(tempat berlindung), AlAzru (Punggung).
2. KEMENTERIAN EKSEKUTIF
Ditunjuk oleh imam untuk menggantikan kedudukannya dalam melaksanakan tugas-tugasnya dengan tidak mempunyai kekuasaan independen.
Syarat menjadi menteri eksekutif:
a) Terpercaya
b) Jujur
c) Tidak tamak
d) Berbuat Netral
e) Kuat Ingatan
f) Pandai dan cerdik
g) Bukan golongan pengikut hawa nafsu
h) Memiliki pengalaman dalam mengambil pendapat
3. KEMENTERIAN MANDATARIS
Punya kekuasaan Independen dan kekuasaan umum dalam setiap permasalahan. Namun ada 3 macam hal yang tidak dapat dilakukan oleh menteri mandataris:
a) Tidak berhak memberi jabatan kepada orang yang dianggap mumpuni.
b) Imam meminta persetujuan kepemimpinan dari pihak rakyat, sedangkan menteri tidak begitu prosudernya.
c) Imam boleh meninggalkan perbuatan yang dilakukan oleh menteri, sementara menteri tidak dapat meninggalkan begitu saja.
SYARAT GUBERNUR DAN MENTERI
A. BERILMU (Kualifikasi Ijtihad)
Seorang Imam – begitu juga dengan menteri mandataris dan gubernur harus mengetahui ilmu-ilmu berikut:
1. Ilmu tafsir dan ilmu hadits
2. Sejarah Huum Islam
3. Sejarah kenegaraan Islam
4. Ilmu Ushul
5. Ilmu Manthiq
6. Ilmu-ilmu bahasa
Tidak bisa seorang mujtahid dengan ilmu-ilmu tersebut tanpa mengetahui perkembangan kehidupan ekonomi, kondisi sosial pada masa-masa terakhir ini, serta beberapa dasar lainnya lagi yang sesuai dengan kepentingan dan pembaruan sistem yang ada (Ilmu-ilmu politik, ekonomi dan perbandingan sosial).
B. MENGETAHUI ILMU POLITIK, PERANG DAN ADMINISTRASI
Seorang imam, menteri dan gubernur harus mempunyai wawasan luas dalam urusan perpolitikan, perang dan Administrasi.
C. KONDIS JIWA DAN RAGA BAIK
Pemimpin harus mempunyi jiwa keberanin, beran menegakkan hukum-hukum Tuhan dan perang serta memiliki panca indra dan anggota badan yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya dengan sebaik mungkin.
D. BERLAKU ADIL DAN BERAKHLAK MULIA
Pemimpin harus memiliki sifat Adil dan memiliki perangai dan tingkah lalu mulia (akhlakul karimah).
E. MEMILIKI KUALIFIKASI KEPEMIMPINAN YANG PENUH (MUSLIM, MERDEKA, LAKI-LAKI DAN BERAKAL.
Yaitu; muslim, merdeka, laki-laki dan berakal. Islam adalah persyaratan utama yang menentukan keabsahan kesaksian dan kepemimpinan. Keimamahan adalah jalan yang besar diberlakukannya syat-syarat ini cukup realistis dan jelas mengingat tujuan utama dari kedudukan imam adalah untuk menerapkan hukum Islam.
DASAR SISTEM KENEGARAAN ISLAM
A. PRINSIP NEGARA ISLAM
1. Keadilan
2. Persamaan dihadapan hukum
3. Keadilan dan pembangunan
4. Keadilan bagi kalangan minoritas
B. SYURA
Sistem kenegaraan Islam harus memegang prinsip Syura (Sistem pemerintahan berjalan secara musyawarah untuk menentukan berbagai permasalahan.
C. TANGGUNG JAWAB PEMIMPIN
Tanggung jawab seorang pemimpin merupakan dasar kepemimpinan ketiga dalam pemerintahan Islam. Tanggung jawab seorang imam dalam Islam ada dua arah: pertama bertanggung jawab kepada umat dan kedua kepada Allah.
Tulisan ini adalah ringkasan dari Buku terjemahan berjudul Teori Politik Islam (DR. M Dhiauddin Rais). Untuk mengetahui penjelasan dan dalil-dalil secara rinci silahkan baca buku tersebut.
Komentar
Posting Komentar